I.
PENDAHULUAN
Pemimpin mempunyai
tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan
aktivitas kerja dari yang dipimpin, Menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak
akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.
Seorang pemimpin adalah
seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. seorang pemimpin yang ingin meningkatkan
kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya
kepemimpinan yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan
mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori
kepemimpinan.
1.
DEFINISI LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)
- Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998) memberikan pengertian kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
- Menurut Hemphill and Coons (1957) bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama.
- Menurut Rauch and Behling (1984) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan kearah pencapaian tujuan.
- Menurut Jacobs and Jacques (1990) kepemimpinan adalah interaksi antarmanusia dimana salah satunya menyajikan suatu jenis informasi tertentu sedemikian rupa sehingga yang lain yakin bahwa hasilnya akan lebih baik jika ia berperilaku sesuai dengan cara-cara yang dianjurkan atau diharapkan.
2.
TEORI KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF
A.
Teori X & Y dari Douglas McGregor
Asumsi
yang dikembangkan dalam teori X pada dasarnya cenderung negatif dan gaya
kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan
petunjuk (derective leadership style). Sementara itu, asumsi yang dikembangkan
dalam teori Y pada dasarnya cenderung positif dan gaya kepemimpinan yang
diterapkan adalah gaya kepemimpinan partisipatif (participative leadership
style). Dalam teori X dan Y Douglas McGregor berusaha mengungkapkan bagaimana
perilaku karyawan dalam bekerja dan sekaligus bagaimana gaya kepemimpinan yang
dapat diterapkan dalam situasi lingkungan kerja yang berbeda, termasuk
bagaimana komunikasi antarpribadi (manajer dan bawahan) tersebut dikembangkan
dalam lingkungan kerjanya.
B.
Teori Sistem 4 dari Sistem Likert
- Sistem Otokratis Eksploitif
Pada
sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang
berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya.
Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin.
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap
bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang
dilakukan satu arah ke bawah .
- Sistem Otokratis Paternalistic
Pada
sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas
dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan
sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi
tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide
bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih
melakukan pengawasan yang ketat.
- Sistem Konsultatif
Pada
sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah
setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat
keputusan–keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan
lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.Pemimpin
mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan
balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan
ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang
dibuat oleh bawahan.
- Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem
yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya
berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh
kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan
setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk
memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan
dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan,
menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan
menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
C.
Theory Of Leadership Pattern Choice (Tannenbaum dan Schmidt)
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh
Tannenbaum dan Schmidt. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan
yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan. Otoriter (tugas
berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh
pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat
(gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara
proporsional.
- Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
- Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
- Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
- Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
- Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
- Kepemimpinan Pola 6 : “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
- Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
D.
Modern Choice Approach to Participation (Vroom & Yetton)
Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan
oleh corak persoalan yang
dihadapi
oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk:
- Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
- Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan.Misalnya seorang dokter yang mengambil keputusan untuk melakukan operasi terhadap pasien yang mengalami kecelakaan tanpa dia harus berkonsultasi terlebih dahulu terhadap staf-stafnya dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya.Dari sini dapat dilihat bahwa gaya pengambilan keputusan yang diambil oleh dokter tersebut merupakan gaya pengambilan keputusan A-1 yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang dimana dia mengambil keputusannya sendiri dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya
E. Contingency Theory of Leaderhip
dari Fiedler
Kepemimpinan tidak akan terjadi
dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan
pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg
spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang
berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada
satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun,
sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan
bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader member relations) menjelaskan sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Misalnya :
* Meminta orang tertentu untuk bekerja dalam kelompok
* Memindahkan bawahan tertentu ke luar dari unit
* Sukarela mengarahkan, mengajarkan dan menegur bawahan yang bandel atau sulit diatur
Struktur tugas (the task structure) menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Misalnya :
* Memberikan tugas baru atau tidak biasa pada kelompok
* Bagi tugas menjadi sub tugas yang lebih kecil sehingga lebih terstruktur
Kekuatan posisi (Position power) menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Misalnya :
* Tunjukkan pada bawahan siapa yang berkuasa dengan menerapkan seluruh otoritas yang Anda miliki
* Pastikan informasi pada kelompok hanya dapat diperoleh melalui anda
* Biarkan bawahan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader member relations) menjelaskan sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Misalnya :
* Meminta orang tertentu untuk bekerja dalam kelompok
* Memindahkan bawahan tertentu ke luar dari unit
* Sukarela mengarahkan, mengajarkan dan menegur bawahan yang bandel atau sulit diatur
Struktur tugas (the task structure) menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Misalnya :
* Memberikan tugas baru atau tidak biasa pada kelompok
* Bagi tugas menjadi sub tugas yang lebih kecil sehingga lebih terstruktur
Kekuatan posisi (Position power) menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Misalnya :
* Tunjukkan pada bawahan siapa yang berkuasa dengan menerapkan seluruh otoritas yang Anda miliki
* Pastikan informasi pada kelompok hanya dapat diperoleh melalui anda
* Biarkan bawahan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
F.
Konsep Path Goal Theory of Leadership
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif
yang mereka berikan terhadap motivasi kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap
sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana
pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan
pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi.
Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin
yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut
dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan
sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya
perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif,
partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi
kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan
antara usaha –kinerja-imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan
pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja,
tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini
adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh
Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai
situasi.
Daftar
Pustaka :
Sarwono,
S.W. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan.
Jakarta:Balai Pustaka.
Tangkilisan, H.N. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Purwanto, D. (2006). Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Sehfudin, Arif. (2011). Dalam Skripsi: Pengaruh Gaya Kepemimpinan Komunikasi Organisasi Dan Motivasi kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT.Cabang Semarang). Skripsi: Semarang
Tangkilisan, H.N. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Purwanto, D. (2006). Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Sehfudin, Arif. (2011). Dalam Skripsi: Pengaruh Gaya Kepemimpinan Komunikasi Organisasi Dan Motivasi kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT.Cabang Semarang). Skripsi: Semarang
0 komentar:
Posting Komentar